Exotic Balinese Blog (EBB)
Blog yang membahas tentang bali, terutama aspek-aspek kebudayaannya, enjoy!
Minggu, 08 Februari 2015
Selasa, 20 Mei 2014
Galungan Kuningan dan Makna Filosofinya
Hallo friends……..
Hari ini seluruh umat Hindu di Bali merayakan Hari Raya
Galungan, dan sepuluh hari kedepannya
Merayakan Hari Raya Kuningan.
Saya ingin menceritakan sedikit tentang hari raya galungan
ini. Coba simak sedikit sajian artikel ku ini
"GALUNGAN – KUNINGAN dan MAKNA FILOSOFINYA"
Selamat membaca …… Semoga bermanfaat !!!!!
Galungan – Kuningan dan Makna Filosofinya
PENAMPAHAN
Hari Anggara, Wage, Wuku Dungulan, atau 1 hari sebelum
Galungan. Turunnya Sang Bhuta Amangkurat yang menggoda manusia lebih-lebih kuat
lagi untuk berbuat adharma. Amangkurat dalam Bahasa Kawi artinya berkuasa.
Bhuta Amangkurat adalah sifat manusia yang ingin berkuasa.
Manusia agar menuntaskan melawan godaan ini dengan memuja
Bhatara Siwa serta mengalahkan kekuatan Sang Bhuta Tiga (Bhuta Galungan, Bhuta
Dungulan, dan Bhuta Amangkurat).
Secara simbolis memotong babi “nampah celeng” artinya
“nampa” atau bersiap menerima kedatangan Sanghyang Dharma. Babi dikenal sebagai
simbol tamas (malas) sehingga membunuh babi juga dapat diartikan sebagai
menghilangkan sifat-sifat malas manusia.
Sore hari ditancapkanlah penjor lengkap dengan sarana banten
pejati yang mengandung simbol “nyujatiang kayun” dan memuja Hyang Maha Meru
(bentuk bambu yang melengkung) atas anugerah-Nya berupa kekuatan dharma yang
dituangkan dalam Catur Weda di mana masing-masing Weda disimbolkan dalam hiasan
penjor sebagai berikut:
- lamak
simbol Reg Weda,
- bakang-bakang
simbol Atarwa Weda,
- tamiang
simbol Sama Weda, dan
- sampian
simbol Yayur Weda.
Di samping itu penjor juga simbol ucapan terima kasih ke
hadapan Hyang Widhi karena sudah dianugerahi kecukupan sandang pangan yang
disimbolkan dengan menggantungkan beraneka buah-buahan, umbi-umbian, jajan, dan
kain putih kuning.
Pada sandyakala segenap keluarga mabeakala, yaitu upacara
pensucian diri untuk menyambut hari raya Galungan.
GALUNGAN
Hari Buda, Kliwon, Wuku Dungulan, merupakan perayaan kemenangan manusia melawan bentuk-bentuk adharma terutama yang ada pada dirinya sendiri. Bhatara-Bhatari turun dari Kahyangan memberkati umat manusia. Persembahyangan di Pura, Sanggah Pamerajan bertujuan mengucapkan terima kasih kepada Hyang Widhi atas anugrah-Nya itu.
GALUNGAN
Hari Buda, Kliwon, Wuku Dungulan, merupakan perayaan kemenangan manusia melawan bentuk-bentuk adharma terutama yang ada pada dirinya sendiri. Bhatara-Bhatari turun dari Kahyangan memberkati umat manusia. Persembahyangan di Pura, Sanggah Pamerajan bertujuan mengucapkan terima kasih kepada Hyang Widhi atas anugrah-Nya itu.
Hari Wraspati, Umanis, Wuku Dungulan, 1 hari setelah
Galungan, melaksanakan Dharma Santi berupa kunjungan ke keluarga dan kerabat
untuk mengucapkan syukur atas kemenangan dharma dan mohon maaf atas
kesalahan-kesalahan di masa lalu.
Malam harinya mulai melakukan persembahyangan memuja Dewata
Nawa Sangga, mohon agar kemenangan dharma dapat dipertahankan pada diri kita
seterusnya.
Pemujaan di malam hari selama sembilan malam sejak hari Manis
Galungan sampai hari Penampahan Kuningan disebut sebagai persembahyangan Nawa
Ratri (nawa = sembilan, ratri = malam) dimulai berturut-turut memuja
Bhatara-Bhatara: Iswara, Mahesora, Brahma, Rudra, Mahadewa, Sangkara, Wisnu,
Sambu, dan Tri Purusa (Siwa-Sada Siwa-Parama Siwa).
PENAMPAHAN KUNINGAN
Hari Sukra, Wage, Wuku Kuningan, 9 hari setelah Galungan.
Manusia bersiap nampa (menyongsong) hari raya Kuningan. Malam harinya
persembahyangan terakhir dalam urutan Dewata Nawa Sanga, yaitu pemujaan kepada Sanghyang
Tri Purusha (Sisa, Sada Siwa, Parama Siwa).
KUNINGAN
Hari Saniscara, Kliwon, Wuku Kuningan, 10 hari setelah
Galungan. Para Bhatara-Bhatari turun dari Kahyangan sampai tengah hari.
Manusia mengucapkan terima kasih kepada Hyang Widhi atas
wara nugrahanya berupa kekuatan dharma serta mohon agar kita senantiasa
dihindarkan dari perbuatan-perbuatan adharma.
Secara simbolis membuat sesajen dengan nasi kuning sebagai
pemberitahuan (nguningang) kepada para preti sentana agar mereka mengikuti
jejak leluhurnya merayakan rangkaian hari raya Galungan – Kuningan.
Selain itu menggantungkan “tamiang” di Palinggih-palinggih
sebagai tameng atau perisai terhadap serangan kekuatan adharma.
Friends, itulah sedikit cerita yang bisa aku sajikan buat
kalian semua……..
“ HAPPY GALUNGAN AND KUNINGAN DAY “ Let’s celebrate the winning of dharma againts
adharma.Hope Hyang Widhi always be with us.
Cheeeers..!^^
Jumat, 16 Mei 2014
Sekilas Bali
Di posting
sebelumnya aku telah bahas beberapa artikel tentang hal2 yang terkait dengan
Bali. Kali ini aku mau cerita sekilas tentang Pulau Bali. Coba simak ya…………….
Bali adalah nama salah satu provinsi di Indonesia dan juga
merupakan nama pulau yang menjadi bagian
dari provinsi tersebut. Selain terdiri dari Pulau Bali, wilayah Provinsi Bali
juga terdiri dari pulau-pulau yang lebih kecil di sekitarnya, yaitu Pulau Nusa
Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan dan Pulau Serangan.
Kebudayaan Bali kemudian mendapat pengaruh kuat kebudayaan
India yang prosesnya semakin cepat setelah abad ke-1 Masehi. Nama Balidwipa
(pulau Bali) mulai ditemukan di berbagai prasasti, di antaranya Prasasti
Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa pada 913 M dan menyebutkan
kata Walidwipa. Diperkirakan sekitar masa inilah sistem irigasi subak untuk
penanaman padi mulai dikembangkan. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya juga
mulai berkembang pada masa itu. Kerajaan Majapahit (1293–1500 AD) yang beragama
Hindu dan berpusat di pulau Jawa, pernah mendirikan kerajaan bawahan di Bali
sekitar tahun 1343 M. Saat itu hampir seluruh nusantara beragama Hindu, namun
seiring datangnya Islam berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang antara
lain menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan, pendeta, artis dan
masyarakat Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari Pulau Jawa ke Bali.
Penduduk Bali kira-kira sejumlah 4 juta jiwa lebih, dengan
mayoritas 92,3% menganut agama Hindu. Agama lainnya adalah Buddha, Islam,
Protestan dan Katolik. Agama Islam adalah agama minoritas terbesar di Bali
dengan penganut antara 5-7,2%.
Selain dari sektor pariwisata, penduduk Bali juga hidup dari pertanian dan perikanan, yang paling dikenal dunia dari pertanian di Bali ialah sistem Subak. Ingat ya friends….. hal ini pernah aku bahas di posting sebelumnya. Sebagian juga memilih menjadi seniman. Bahasa yang digunakan di Bali adalah Bahasa Indonesia, Bali dan Inggris khususnya bagi yang bekerja di sektor pariwisata.
Bahasa Bali dan Bahasa Indonesia adalah bahasa yang paling
luas pemakaiannya di Bali , sebagian besar masyarakat Bali adalah bilingual
atau bahkan trilingual. Meskipun terdapat beberapa dialek dalam bahasa Bali,
umumnya masyarakat Bali menggunakan sebentuk bahasa Bali pergaulan sebagai
pilihan dalam berkomunikasi. Secara tradisi, penggunaan berbagai dialek bahasa
Bali ditentukan berdasarkan sistem catur warna dalam agama Hindu Dharma dan
keanggotan klan (istilah Bali: soroh, gotra); meskipun pelaksanaan tradisi tersebut
cenderung berkurang.
Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga (dan bahasa asing utama) bagi banyak masyarakat Bali yang dipengaruhi oleh kebutuhan yang besar dari industri pariwisata. Para karyawan yang bekerja pada pusat-pusat informasi wisatawan di Bali, sering kali juga memahami beberapa bahasa asing dengan kompetensi yang cukup memadai. Bahasa Jepang juga menjadi prioritas pendidikan di Bali.
Friends……….
Itulah
sekilas info tentang Bali yang bisa aku sajikan di blog ku ini.
Semoga
bermanfaat untuk tambahan pengetahuan kalian tentang Bali ya……
Dan juga
Nantikan artikel2 ku berikutnya tentang Bali …….
Jaje Laklak
Hallo sobat….
Salah satu
yang tidak bisa kita lupakan kalau kita ke Bali adalah makanan ringan tradisionalnya.
Masyarakat di Bali menyebutnya dengan “JAJE BALI”. Salah satu jaje bali yang
menurut saya unik adalah “JAJE LAKLAK”
Jaje laklak adalah kue
tradisional asal Bali yang berbentuk seperti kue lumpur. Kudapan berbahan dasar
tepung beras dan berwarna hijau dari daun suji dan daun pandan ini disajikan
dengan kelapa parut kasar, saus gula merah yang dimasak bersama buah nagka.
Jaje Laklak ini bisa
kalian jumpai di pasar-pasar tradisional di Bali.
Sobat, mau tahu cara
buatnya ?????
Coba kalian lihat dan
baca resep dibawah ini.
Barangkali kalian
tertarik……….
Jaje Laklak
Bahan-bahan/bumbu-bumbu:
Bahan:
200 gram tepung beras
25 gram tepung terigu protein sedang
1/2 sendok teh baking powder
50 ml air daun suji dari 20 lembar daun suji dan 2 lembar daun pandan
1 sendok teh air kapur sirih
3/4 sendok teh garam
500 ml air
100 gram kelapa parut kasar, dikukus
Saus:
250 ml air
125 gram gula merah, disisir
1 lembar daun pandan, dibuat simpul
1/4 sendok teh garam
3 buah nangka, diiris panjang
Cara membuat :
- Campur
tepung beras, tepung terigu, baking powder,air kapur, garam, dan air daun
sugih. Aduk rata.
- Tambahkan
air sedikit-sedikit sambil diuleni dan dikeplok-keplok 20 menit. Diamkan
60 menit.
- Tuang
satu sendok adonan kedalam wajan serabi tanah liat yang sudah dipanaskan
dengan kelapa parut. Tuang adonan. Biarkan sesaat dengan api sedang.
Kecilkan api. Tutup dan biarkan sampai matang.
- Saus: rebus air, gula merah, daun pandan, garam , dan nangka sambil diaduk sampai mendidih dan sedikit kental. Saring.
- Sajikan
jaje laklak dengan taburan kelapa dan disiram sedikit larutan nangka.
Makna Hari Suci Tumpek Landep
Source : http://manacikapura.wordpress.com/tattwa/tmpk_landep/
Umat Hindu merayakan rerahinan Tumpek Landep, Sabtu Kliwon
Wuku Landep. Pada Tumpek Landep, umat Hindu memuja Ida Sang Hyang Widhi dalam
prebawa-nya sebagai Sang Hyang Pasupati yang telah menganugerahkan kecerdasan
atau ketajaman pikiran sehingga mampu menciptakan teknologi atau benda-benda
yang dapat mempermudah dan memperlancar hidup, seperti sepeda motor, mobil,
mesin, komputer (laptop) dan sebagainya. Tetapi dalam konteks itu umat bukanlah
menyembah mobil, komputer, tetapi memohon kepada Ida Sang Hyang Pasupati agar
benda-benda tersebut betul-betul dapat berguna bagi kehidupan manusia.
Landep dalam Tumpek Landep memiliki pengertian lancip.
Secara harfiah diartikan senjata tajam seperti tombak dan keris. Benda-benda
tersebut dulunya difungsikan sebagai senjata hidup untuk menegakkan kebenaran.
Secara sekala, benda-benda tersebut diupacarai dalam Tumpek Landep.
Namun dalam konteks kekinian, senjata lancip itu sudah
meluas. Tak hanya keris dan tombak, juga benda-benda hasil cipta karsa manusia
yang dapat mempermudah hidup seperti sepeda motor, mobil, mesin, komputer dan
sebagainya. Benda-benda itulah yang diupacarai. Namun harus disadari, dalam
konteks itu umat bukanlah menyembah benda-benda teknologi, tetapi umat memohon
kepada Ida Sang Hyang Widi dalam prebawa-nya sebagai Sang Hyang Pasupati yang
telah menganugerahkan kekuatan pada benda tersebut sehingga betul-betul
mempermudah hidup.
Dalam pengertian, bahwa umat patut bersyukur kepada Tuhan
karena telah diberikan kemampuan atau ketajaman pikiran sehingga mampu
menciptakan aneka benda atau teknologi yang dapat mempermudah hidup.
Sementara dalam kaitan dengan buana alit (diri manusia),
Tumpek Landep itu sesungguhnya momentum untuk selalu menajamkan pikiran
(landeping idep), menajamkan perkataan (landeping wak) dan menajamkan perbuatan
(landeping kaya). Ketiga unsur Tri Kaya Parisuda tersebut perlu lebih
dipertajam agar berguna bagi diri sendiri dan orang lain. Buah pikiran perlu
dipertajam untuk kepentingan umat manusia, demikian pula perbuatan dan
perkataan yang dapat menentramkan pikiran dan batin orang lain.
Pikiran kita mesti selalu diasah agar mengalami ketajaman.
Ilmu pengetahuanlah alat untuk menajamkan pikiran. Komputer yang diciptakan
untuk mempertajam pikiran, hendaknya dimanfaatkan dengan
baik. Internet mesti digunakan untuk mengakses informasi sehingga wawasan dan kecerdasan bertambah, bukan untuk mengunduh yang lain-lain.
baik. Internet mesti digunakan untuk mengakses informasi sehingga wawasan dan kecerdasan bertambah, bukan untuk mengunduh yang lain-lain.
Jadi Tumpek Landep memiliki nilai filosofi agar umat selalu
menajamkan pikiran. Setiap enam bulan sekali umat diingatkan melakukan evaluasi
apakah pikiran sudah selalu dijernihkan atau diasah agar tajam? Sebab, dengan
pikiran yang tajam, umat menjadi lebih cerdas, lebih jernih melakukan analisa,
lebih tepat menentukan keputusan dan sebagainya.
Lewat perayaan Tumpek Landep itu umat diingatkan agar selalu
menggunakan pikiran yang tajam sebagai tali kendali kehidupan. Misalnya, ketika
umat memerlukan sarana untuk memudahkan hidup, seperti mobil, sepeda motor dan
sebagainya, pikiran yang tajam itu mesti dijadikan kendali. Keinginan mesti
mampu dikendalikan oleh pikiran. Dengan demikian keinginan memiliki benda-benda
itu tidak berdasarkan atas gengsi, tetapi betul-betul berfungsi untuk
menguatkan hidup sehingga betul-betul tepat guna. Rerahinan Tumpek Landep
inilah sesungguhnya momen bagi kita untuk lebih menajamkan pikiran.
sumber : facebook group Simakrama
Kamis, 08 Mei 2014
Nyepi
Source : http://hari-raya-nyepi-2013.blogspot.com/2013/03/pengertian-nyepi.html
Nyepi berasal dari kata sepi (sunyi, senyap). Hari Raya Nyepi sebenarnya merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan/kalender caka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi, Tahun Baru Saka di Bali dimulai dengan menyepi. Tidak ada aktivitas seperti biasa. Semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti Bandar Udara Internasional pun tutup, namun tidak untuk rumah sakit. Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia/microcosmos) dan Bhuana Agung/macrocosmos (alam semesta).
Sebelum Hari Raya Nyepi, terdapat beberapa rangkaian upacara yang dilakukan umat Hindu, khususnya di daerah Bali. [sunting]Melasti, Tawur (Pecaruan), dan Pengrupukan Tiga atau dua hari sebelum Nyepi, umat Hindu melakukan Penyucian dengan melakukan upacara Melasti atau disebut juga Melis/Mekiyis.
Pada hari tersebut, segala sarana persembahyangan yang ada di Pura (tempat suci) diarak ke pantai atau danau, karena laut atau danau adalah sumber air suci (tirta amerta) dan bisa menyucikan segala leteh (kotor) di dalam diri manusia dan alam. Sehari sebelum Nyepi, yaitu pada "tilem sasih kesanga" (bulan mati yang ke-9), umat Hindu melaksanakan upacara Buta Yadnya di segala tingkatan masyarakat, mulai dari masing-masing keluarga, banjar, desa, kecamatan, dan seterusnya, dengan mengambil salah satu dari jenis-jenis caru (semacam sesajian) menurut kemampuannya.
Buta Yadnya itu masing-masing bernama Pañca Sata (kecil), Pañca Sanak (sedang), dan Tawur Agung (besar). Tawur atau pecaruan sendiri merupakan penyucian/pemarisuda Buta Kala, dan segala leteh (kekotoran) diharapkan sirna semuanya.
Caru yang dilaksanakan di rumah masing-masing terdiri dari nasi manca (lima) warna berjumlah 9 tanding/paket beserta lauk pauknya, seperti ayam brumbun (berwarna-warni) disertai tetabuhan arak/tuak. Buta Yadnya ini ditujukan kepada Sang Buta Raja, Buta Kala dan Batara Kala, dengan memohon supaya mereka tidak mengganggu umat.
Mecaru diikuti oleh upacara pengerupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh. Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Buta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar. Khusus di Bali, pengrupukan biasanya dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Buta Kala yang diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya sama yaitu mengusir Buta Kala dari lingkungan sekitar.
Jumat, 14 Maret 2014
Wangun Kruna (Balinese Words)
Kruna Aran berarti Kata Benda, Kruna Aran dapat dibagi menjadi 2 yaitu aran sekala (Kata benda yang nyata) dan aran niskala. (Kata Benda yang tidak nyata)
Contoh Kruna Aran Sekala
- Meja
- Kacamata
- Kursi
- Buku
- Pulpen
Contoh Kruna Aran Sekala
- Meja
- Kacamata
- Kursi
- Buku
- Pulpen
Kruna Kria, merupakan Kata Kerja
Contoh Kruna Kria :
- Nyampat
- Malaiib
- Mabalih
- Ngigel
- Melali
- Megending
- Mancing
- Medaar,
- Ngajeng
- Ngerayunan
- Numbeg
- Ngarit
- Nendang
- Nyagur
- Sirep
- Kiap = arip, Manjus, Mesiram, Ngeling, Nyingakin, Ngeliling
3.
Kruna Kahana :
Kata Sifat
Contoh : Sugih, Tiwas, belog, dueg, Endep, Bawak,
Bontok, Tajep, Landep, Wikan, Bojok, Tiwas, Selem, Tegeh, Linggah-Cupit, Pakeh,
Lalah,, Sepet, Masam.
Catatan : Artikel ini masih dalam tahap alfa, jadi harap maklum apabila terdapat postingan yang kurang lengkap atau tidak nyambung :D
Langganan:
Postingan (Atom)